Good
Corporate Governance
Good Corporate Governance pada
dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam
arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi
demi tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk
mengatur hubungan - hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan kesalahan
signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan
kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki dengan segera. Pengertian ini dikutip
dari buku Good Corporate Governance pada badan usaha manufaktur, perbankan dan jasa
keuangan lainnya (2008:36) Rogers W’ O Okot Uma dari common wealt secrtariat
london (ndraha 2003:629) mendefinisikan Good Governance sebagai, “compressing
the prossesing and structure guides political and sosial economic relationship,
with patricular reference to commitment to democratic values, norms and honest
business” atau mempersingkat proses struktur yang mengatur hubungan ekonomi,
sosial dan politis dengan acuan tertentu untuk memenuhi nilai nilai demokratis,
norma norma dan bisnis yang sehat.
Tim GCG BPKP mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu komitmen, aturan main serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.
Dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor: Kep-117/M-Mbu/2002 tentang penerapan praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijelaskan bahwa, Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka penjang dengan memperhatikan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan,perundangan dan etika. Dari pengertian diatas terdapat berapa hal penting yang terkandung dalam Good Corporate Governance, antara lain adalah:
Tim GCG BPKP mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu komitmen, aturan main serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.
Dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor: Kep-117/M-Mbu/2002 tentang penerapan praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijelaskan bahwa, Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka penjang dengan memperhatikan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan,perundangan dan etika. Dari pengertian diatas terdapat berapa hal penting yang terkandung dalam Good Corporate Governance, antara lain adalah:
1.
Efektivitas yang bersumber dari budaya perusahaan,
etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi
perusahaan yang bertujuan untuk mendukung dan mendorong pengembangan
perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan
efisien, pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholder
lainnya.
2.
Seperangkat prinsip, kebijakan manajemen perusahaan
yang diterapkan bagi terwujudnya operasional perusahaan yang efisien, efektif
dan profitable dalam menjalakan organisasi dan bisnis perusahaan untuk mencapai
sasaran strategis yang memenuhi prinsip prinsip praktek bisnis yang baik dan
penerapannya sesuai dengan peraturanyang berlaku, peduli terhadap lingkungan
dan dilandasi oleh nilai nilai sosial budaya yang tinggi.
3.
Seperangkat peraturan dan sistem yang mengarah kepada
pengendalian perusahaan bagi penciptaan pertambahan nilai bagi pihak pemegang
kepentingan (pemerintah, pemegang saham, pimpinan perusahaan dan karyawan) dan
bagi perusahaan itu sendiri.
Menurut Kartiwa (2004:7.8) terdapat dua prespektif tentang
Good Corporate Governance yaitu:
a. Prespektif
yang memandang Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang
digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dalam rangka meningkatkan
kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
b. 2 Prespektif
yang lain Good Corporate Governance menekankan pentingnya pemenuhan tanggung
jawab badan usaha sebagai entinitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders.
Contoh kasus :
Bank BNI
·
Profil Singkat Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun 1946.
Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan
BCA dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi Bank kebanggaan
nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan stakeholder
value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar
korporasi, komersial dan consumer
·
Budaya Perusahaan
a.
BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik.
b.
BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan
nasional.
c.
BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling
menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.
d.
BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan
pegawai.
e.
BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar
pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.
·
Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus
menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003.
Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila gila besarnya, senilai
52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena
peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada
saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan
negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah
sebagai berikut :
§ Waktu
kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
§ Opening Bank
: Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan
Middle East Bank Kenya Ltd.
§ Total Nilai
L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
§ Beneficiary/Penerima
L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
2 perusahaan dibawah Petindo Group.
2 perusahaan dibawah Petindo Group.
§ Barang
Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
§ Tujuan
Ekspor : Congo dan Kenya
§ Skim :
Usance L/C
·
Kronologi :
a)
Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C
dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall
Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum
mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas,
mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered
Bank.
b)
Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel
ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan
disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo
Group menerima Rp 105 milyar.
c)
Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening
Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan
hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
d)
Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan
ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
e)
Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542
milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI
mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang
ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah
mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi
mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit
(L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank
BNI.
·
Solusi
Sistem dan prosedur pengamanan
transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena
telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun tahun, antara lain berdasarkan
pengalaman pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi
dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi
transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi
L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank
BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank
penerbit.
Di samping itu, dokumen dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Di samping itu, dokumen dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian
pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut
yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank),
melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan
penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank
BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank
BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang
Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar
Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).
Sumber :
http://myblog-heru.blogspot.com/2012/10/pengertian-good-corporate-governance.html